Minggu, 22 November 2015

Politik Ekonomi atau Ekonomi Politik

            Berjalan saya disepanjang trotoar kota Pasaman, Pariaman, Solok, hingga Padang. Dan kota kota lainnya di Sumatra Barat. Berjalan saya disepanjang kota Jakarta, Surabaya, hingga Malang, semua yang saya lihat sama. Saya melihat satu pengemis, dua pengemis, dan ribuan pengemis. berjejeran, berkelompok, atau malah sendirian. Begitu banyak kah pengemis di negri ini? Apakah saya akan selalu menemukan pengemis kemanapun saya pergi dibelahan bumi Indonesia ini?
            Setiap tahunya dikatakan angka kemiskinan Indonesia mulai menurun walaupun secara lambat. Tapi tampaknya masalah pengemis ini akan selalu menjadi masalah yang cukup serius dan agaknya juga butuh waktu ribuan tahun bagi bangsa Indonesia untuk memusnahkan dan menyingkirkan satu profesi yang menyebabkan masalah besar bagi bangsa Indonesia ini.
            Padahal Indonesia adalah sebuah bangsa yang kaya raya. Sumber daya alam yang tidak terbatas miliki Indonesia adalah salah satu faktor penting yang membuat Indonesia selalu diperhitungkan di dunia internasional. Akan tetapi sayangnya, seiring dengan pengaruh globalisasi yang membawa faham weternisasi, rakyat Indonesia justru merasa lebih bangga terhadap kebudaan bangsa lain dan melupakan bangsa Indonesia.
            Dengan kekayaan yang begitu banyak, sangat mengherankan kondisi ekonomi bangsa ini sebenarnya. Dunia perekonomian Indonesia sudah tidak dapat lagi dibedakan dengan dunia perpolitikan. Yang seharusnya dapat mensejahterakan rakyat akan tetapi pada kenyataan nya justru mengenyangkan segelintir orang saja. Dan menyengsarakan bagi segelintir lainnya. Sayangnya, segelintir yangn terakhir ini tidak dapat dikatakan segelintir, karena hampir sebagian besar rakyat Indonesia berada dibawah angka kemiskinan.
            Jika kita menggunakan pendapat Bank Dunia,  angka penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari USD $2 per hari mencapai angka 50.6 persen dari jumlah penduduk pada tahun 2009. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia hidup hampir di bawah garis kemiskinan. Laporan lebih anyar lagi di media di Indonesia menyatakan bahwa sekitar seperempat jumlah penduduk Indonesia (sekitar 60 juta jiwa) hidup sedikit di atas garis kemiskinan.
            Meski angka kemiskinan di Indonesia terus mengalami penurunan disetiap tahunnya, penduduk yang mengalami ‘perpindahan status’ ini pada dasarnya memang berada di ambang garis kemiskinan. Sehingga mereka dapat meningkatkan tarif hidupnya tanpa perdu dukungan dan dorongan yang kuat. Justru letak masalahnya adalah masyarakat yang berada di dasar terbawah dari garis kemiskinan yang masih memerlukan dukungan yang kuat dan sokongan dari pemerintah. Baik itu dukungan moral maupun dukungan yang bersifat riil.
            Jika ditilik dari sudut sejarah, angka kemiskinan Indonesia pernagh berkurang dengan signifikan pada awal tahun 1990-an. Ketika pemerintahan dari presiden Soeharto. Akan tetapi, ketika terjadi Krisis Moneter, angka kemiskinan Indonesia melonjak dengan drastis. Hal ini membuktika satu hal, dunia perpolitikan Indonesia yang kacau mempengaruhi perekonomian negara. Kekacauan yang terjadi pada akhir pemerintahan Soeharto memang disebabkan oleh krisis moneter yang terjadi pada masa itu. Akan tetapi, terjadinya krisis besar besaran tersebut dipicu oleh pergolakan politik Indonesia yang tidak sehat dan diwarnai oleh nepotisme. Negara sudah buta oleh kilau uang instan seperti komisi-komisi ini itu. Sehingga kepentingan masyarakat yang seharusnya menjadi tujuan dan kepentingan uttama mulai bergeser menjadi kepentingan pribadi dan golongan.
            Meskipun dunia perekonomian Indonesi masih dipenuhi polik yang penuh intrik, kita sebagai generasi muda masih memiliki harapan dan tujuan yang harus diraih bersama. Hal ini tidaklah sulit. jika kita berpegang teguh kepada pancasila. Dan Indonesia mungkin akan dapat menuju kebangkitannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar