Kasih
ibu sepanjang jalan, sedangkan kasih anak hanya sepanjang galah mungkin sudah
sangat sering kulihat atau pun kudengar. Baik dari koran,novel, kisah kisah,
ataupun cerita temanku ketika kami merumpi bersama sebelum berangkat tidur di
asrama. Dalam pandangan ku, aku sudah mengerti dan memaknai maksud dari kata
ini. Oh, ayolah, setiap orang pasti tau kalau cinta kedua orang tua nya jauh
lebih besar dari cinta yang dia berikan.
Nah, aku juga berfikir demikian. Awalnya. Tanpa kusadari, aku tidak pernah
begitu merasakan arti dan makna terdalam dari kata kata itu sampai mama(ibuku)
bercerita satu kisah kepadaku.
Ketika
itu, aku sebagai anak asrama yang jarang pulang dan berjauhan dengan orang tua
hanya ingin menelfon untuk sekedar basa basi dan menanyakan kabar orang tuaku.
Karena, bagaimanapun, walau orang tuaku tidak pernah meminta aku untuk
menelfon, karena takut akan mengganggu aktifitas ku. Maka biasanya, akulah yang
terlebih dahulu memakai jasa layanan call me, lalu orang tuaku akan segera
menelfonku. Seperi biasa, ketika menelefon sepeti biasa, hal yang pertama kali
kutanyakan adalah kabar dan hal remeh temeh lain nya. Tapi, tidak terasa,
percakapan ku dengan mama berubah kearah yang lebih serius. Ketika itu mama
bertanya padaku ‘kakak (panggilan ku dirumah_red) masih sayang tidak ya, ketika
kakak sudah dewasa dan sibuk, sama mama?’ aku yang medenganya sedikit
terhenyak. Belum sempat aku menjawab, mama kembali berkata ‘sayang mungkin masih. Tapi, apakah kakak
akan tetap perhatian dan mau menanggung mama ketika sudah tua kelak? Takutnya,
ketika kakak sudah dewasa, jarak antara mama dan kakak akan jauh, karena kakak
sudah sibuk’ ucap mama pelan. Dapat kurasakan secercah rasa sedih disana.
Seakan akan jika mama ingin menuruti kata hatinya, dia ingin aku tidak pernah
dewasa dan meninggalkannya.
Ketika
itu, rasanya tenggorokanku tersumbat oleh perasaan sayang yang tak bertepi pada
mamaku. Apalagi, lanjut mama, beliau merasa tidak memiliki waktu yang banyak
denganku dikarenakan aku masuk sekolah
yang berasrama dari setamat SD. Beliau menyayangkan keadaanku yang tumbuh tanpa
bimbingan dan keberadaan nya disampingku untuk menghadapi segala masalahku.
Bahkan, mama merasa aku tidak akan menyayanginya lagi sebanyak aku
menyayanginya dulu, ketika aku masih bersama mama. Kutahan air mata yang tiba
tiba telah menganak sungai diujung mataku. Dalam hati, aku bertekad apapun yang
terjadi, aku akan tetap sama. Masih seorang anak mama yang akan menyayangi mama
dengan sepenuh hati. Masih seorang anak kecil yang akan tetap bermanja-manja
dan memeluk mama setiap saat.
Apalagi
dengan fenomena yang terjadi sekarang ini. Di koran, di media sosial, di mana
saja, sangat mudah menemukan berita berita seorang anak mencampakkan orang tuanya,
mengabaikan nya, dan bahkan ada yang tega membunuh orang tuanya!
Nauzubillahiminzalik! Seakan, dizaman sekarang, membuang orang tua adalah hal
yang biasa. Bahkan, di beberapa tempat hal itu sudah menjadi sebuah tradisi.
Ketika kubaca satu persatu berita tentang hal itu, air mataku mengenang. Betapa
kasihan dan betapa pahit nya nasib orang tua yang dicampakkan oleh anak anak
nya.
Padahal,
sewaktu kecil, sang anak disayang sayang, karena memang, bagi orang tua,
seorang anak adalah jantung hati, pelipur lara dikala susah dan sempit. Tapi,
banyak anak yang ketika dewasa malah menganggap orang tua yang renta adalah
duri didalam daging nya. Begitu mengganggu dan tidak berharga sama sekali. Luar
biasa betapa hitam dan tertutupnya hati sang anak. Apakah kamu juga begitu?